Apa yang anda rasakan ketika anak
anda bosan dan engan menghafalkan sesuatu? Apa anda bingung? Apa anda jengkel
dan menyerah?. Berawal dari pertanyaan tersebut, saya ada pengalaman ketika
mengajar di TPQ. Santri TPQ mogok hafalan doa Qunut, entah mengapa mereka
menolak yang namanya hafalan. Ketika para ustadz mengajak untuk mengulang dari
awalsaja sudah tidak mau. Apa jawab mereka “aduh hafalan lagi” kalau tidak
begitu “tidak mau kalau hafalan” dan banyak nada nada yang keluar.
Kita sadar cara belajar bayi yang
baru keluar dari rahim ibunya adalah menggunakan pendengaranya. Karena ke empat
indra lainya belum mampu digunakan untuk belajar. Belajar sendiri adalah mecari
pengetahuan atau informasi baru. Dapat dibuktikan dengan penelitian sebelumnya.
Anak berusia 8 tahun hafal al quran, telisik demi telisik ternyata ketika dalam
kandungan sang ibu sering mendengarkan lantunan ayat-ayat al quran. Tidak heran
jika orang tua menginginkan anaknya mampu menghafal al quran, maka orang tua sesering
mungkin mendengarkan lantunan ayat suci Al Quran.
Cara yang dapat digunakan adalah
mengganti kata “hafalan” kata “ayok kita dengarkan dan tirukan!”. Memang
sesederhana itu namun memilii efek perubahan yang signifikan. Anggapan merek
bahwa hafalan adalah proses belajar yang sangat sulit. Namun dengan kemasan
baru, mereka dapat diajak untuk menghafal. Pada hakikatnya, hafaan adalah mampu
mengucapkan (kalimat) tana melihat. Sama halnya saat diajak mendengarkan lalu
menirukan, anak anak akan setengah sadar untuk mengingat ingat kalimat yang
harus mereka tirukan. Secara berulang ulang mereka akan lancar mengingat dan
akan hafal dengan sendirinya.
Malang, 20/11/16